Saat ini, kanker masih menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian di seluruh dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2008, kanker merupakan penyebab kematian no. 7 di Indonesia. Bagi masyarakat Indo nesia, hingga saat ini kanker masih menjadi momok menakutkan, banyak muncul persepsi yang salah tentang penyakit ini dan menjadi kendala utama me nanganinya.
Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali akibat kerusakan DNA, sehingga menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal.
Saat ini ada banyak sekali jenis pengobatan kanker. Riset kanker merupakan usaha ilmiah yang banyak ditekuni untuk memahami proses penyakit dan menemukan terapi yang memungkinkan. Salah satu terapi yang digunakan dalam pengobatan kanker adalah imunoterapi. Immunoterapi yang disebut juga terapi biologis merupakan jenis pengobatan kanker yang relatif baru yang diperkirakan akan segera maju pesat dan menjadi andalan para dokter dalam upaya penyembuhan kanker secara total. Tidak beda dengan imunisasi pada umumnya, immunoterapi bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh guna melawan sel-sel kanker.
Salah satu imunomodulator yang telah teruji secara klinis adalah transfer factor. Transfer factor bekerja langsung memperkuat sistem imun, sekaligus mendidik, mengenali, menyimpan lebih dari 200.000 database jenis kuman, virus, jamur dan sel-sel kanker untuk sistem imun manusia, merangsang dan menyerang segala pengganggu seperti sel-sel yang terinfeksi penyakit dan sel-sel kanker di dalam tubuh. Transfer factor sudah dikenal sejak dulu dalam bentuk yang berbeda. Ketika pertama kali seseorang meminum Air Susu Ibu (ASI) yang awal, sejak saat itulah orang tersebut telah mengkonsumsi transfer factor. Secara alami seluruh pertahanan atas penyakit yang pernah diderita sang ibu diberikan kepada sang bayi lewat ASI. Sehingga terlihat sangat berbeda ketahanan tubuh bayi yang diberikan ASI awal dengan yang tidak.
Transfer Factor
Transfer faktor merupakan molekul-molekul pembawa pesan imun yang ditemukan pada semua hewan tingkat tinggi. Merupakan molekul kecil dengan berat molekul 3,500-6,000 kDa, yang terdiri dari oligoribonukleotida yang terikat pada sebuah molekul peptida. Dulu, transfer factor berasal dari ekstrak dialisis sel darah putih, tetapi sekarang sudah dapat diekstrak dari kolostrum sapi. Transfer faktor dapat ditemukan pada manusia dan hewan seperti sapi. Molekul transfer factor sangat unik. Molekul ini berisi informasi yang dapat ditransfer dari satu sistem imun ke sistem imun yang lain. Transfer factor diproduksi oleh sel T-limfosit dan dapat mentransfer kemampuan untuk mengenali patogen pada sel-sel yang belum bersentuhan dengan patogen (fungsi memori). Transfer factor juga meningkatkan kemampuan sistem kekebalan untuk bereaksi (peningkatan reaktivitas atau fungsi inducer) terhadap patogen. Mungkin transfer factor menghasilkan trigger untuk pengenalan sel-T terhadap antigen.Di sisi lain, transfer factor mungkin bertindak sebagai produk gen yang membantu dalam pemaparan antigen kepada sel-T lain. Transfer faktor memainkan peran utama dalam perkembangan dari imunitas sel perantara terhadap patogen seperti virus dan bakteri intrasel.
Peranan Transfer Factor Pada Kanker
Karena kanker dapat dikaitkan dengan keadaan kekurangan TH1, penggunaan transfer faktor dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari terapi imun terhadap kanker. Faktor-faktor yang menurunkan imunitas sel perantara dan dominasi TH2 adalah usia, pengobatan kanker sitotoksik, stress pasca-operasi, penyakit metastasis, dan lain-lain. Cell-mediated imunitas (CMI) dapat menjadi prediktor morbiditas dan kematian di atas usia 60 . pasien dengan metastasis hati atau karsinoma usus besar, CMI adalah prediksi untuk bertahan hidup. Penurunan imunitas Cell-mediated, bersama dengan meningkatnya sirkulasi kompleks imun, menunjukkan prognosis tidak menguntungkan pada pasien kanker. Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki beberapa kanker kulit telah merusak CMI. Dalam sebuah studi tentang kanker ginekologis pasien dibandingkan dengan kelompok kontrol, orang-orang dgn kemoterapi memiliki batas-batas penurunan kekebalan tubuh (yaitu, penurunan imunitas Cell-mediated), sedangkan kelompok yg mendapatkan immunotherapy (dalam kasus ini, thymopeptin) mempertahankan kekebalan sekeliling pada tingkat normal.
Pasien kanker yg kekurangan Immunologically rentan terhadap infeksi oleh patogen virus, seperti herpes zoster, dan cytomegalovirus (CMV). Infeksi terjadi sebagai akibat dari terapi sitotoksik dan kekurangan imunitas Cell-mediated. Keadaan TH1-dominan, ditandai dengan meningkatnya jumlah IL-2 dan IFN-gamma, merupakan immuno-stimulator dan membatasi pertumbuhan tumor. Sebaliknya, pola TH2-predominan, yang dicirikan oleh sitokin IL-4 dan IL-10, adalah menghambat imun dan merangsang pertumbuhan tumor. Perkembangan HIV untuk infeksi HHV8 dengan sarkoma Kaposi, ulseratif kolitis, perkembangan untuk menjadi kanker kolon, dan obesitas dengan meningkatnya insiden karsinoma, semuanya berhubungan dengan keadaan meningkatnya TH2 (dan menurunnya imunitas Cell-mediated). Studi menunjukkan bahwa pergeseran menjadi dominasi TH2 mendahului transformasi kanker. Sebagai pertumbuhan kanker, akan menjadi semakin hipoksia. Hal ini lebih lanjut menyebabkan penekanan imunitas Cell-mediated, memungkinkan penurunan pengawasan kekebalan tubuh. Studi menunjukkan bahwa respon imun TH2 dikaitkan dengan proangiogenesis, yang memfasilitasi pertumbuhan kanker.
Transfer factor telah diketahui meningkatkan imunitas selular pada pasien dengan cacat imun. Karena menambah TH1 atau imunitas Cell-mediated, transfer factor sangat membantu dalam situasi ini. Misalnya, dengan menyampaikan imunitas Cell-mediated melawan antigen spesifik pada kandung kemih dan jaringan prostat, transfer factor manjur dalam pengobatan kanker prostat pada tahap hormon-responsif D3 metastasis. Follow up menunjukkan peningkatan tingkat ketahanan hidup di 50 pasien, dan tidak ada perkembangan penyakit metastasis.
Kelemahan Transfer Factor
Transfer factor yang berasal dari manusia aman digunakan hingga dua tahun. Namun sangat terbatas untuk mendapatkan transfer factor yang berasal dari manusia, sehingga transfer factor diisolasi dari kolostrum sapi. Namun, keamanan penggunaan transfer factor yang berasal dari sapi jangka waktunya lebih pendek, yaitu hingga tiga bulan. Transfer factor ini juga dapat menimbulkan demam pada beberapa orang. Penggunaan transfer factor secara injeksi juga dapat menimbulkan pembengkakan dan rasa nyeri saat pemberian.
Ada beberapa kekhawatiran tentang kemungkinan penemuan “ penyakit sapi gila” atau penyakit lain yang berasal dari penyakit. "Penyakit sapi gila" tidak ditularkan oleh transfer faktor, tetapi lebih baik untuk menghindari produk-produk hewani dari negara-negara di mana terdapat penyakit sapi gila.
Transfer factor tidak dapat diberikan pada wanita hamil atau menyusui
Kesimpulan
Transfer faktor merupakan penemuan yang paling menarik dalam imunologi baru-baru ini. Ditemukan pada abad ke-21, molekul kecil ini akan memegang kunci untuk kesehatan dan kesejahteraan. Transfer faktor membantu sistem imun memperluas gudang antibodi, yang membantu untuk mengembangkan memori kekebalan yang lebih baik untuk mengingat dan menghadapi infeksi yang akan datang.
Suplemen transfer faktor memiliki catatan keamanan yang sangat baik. Tidak ada efek samping yang serius yang terkait dengan suplemen transfer faktor telah dilaporkan, bahkan ketika diberikan dalam dosis tinggi baik secara lisan dan intravena selama jangka waktu yang lama. Suplemen faktor transfer aman untuk semua orang dari bayi hingga orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar